Senin, 27 Oktober 2014

Kode Etik Akuntan Publik

Kode Etik Profesi Akuntan Publik

Rumusan kode etik sebelum 1 Jnuari 2011 sebagian besar merupakan rumusan kode etik yang dihasilkan dalam kongres ke-6 Ikatan Akuntansi Indinesia dan ditambah dengan masukan-masukan yang diperoleh dari Seminar Sehari Pemutakhiran Kode Etik Akuntan Indonesia tanggal 15 Juni 1994 di Hotel Divhi Jakarta serta hasil pembahasan Sidang Komite Kode Etik Akuntan Indosia tahun 1991 di Bandung.

 Aturan etika ini harus di terapkan oleh anggota Ikatan Akuntansi Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staff profesional (baik anggota maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).

Dalam hal staf profesional yang bekerja pada satu KAP yang bukan anggota IAI-KAP melanggar aturan etika ini, maka rekan pimpinan KAP tersebut bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut.

Kode etik dibuat dengan tujuan untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik. Kebutuhan akan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa yang akan diberikan, masyarakat tidak dapat diharapkan mampu menilai kualitas jasa yang diberikan oleh profesi, dan meningkatnya kompetisi diantara anggota profesi.

Aturan Etika Profesi Akuntansi dan 8 Prinsip Etika Profesi Akuntansi (IAI)

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia :
1. Prinsip Etika,
2. Aturan Etika, dan
3. Interpretasi Aturan Etika.

Pemberlakuan dan Komposisi Aturan Etika Profesi Akuntansi

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi 'Kredibilitas'.

Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi :

• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan. 


PRINSIP ETlKA PROFESI
IKATAN AKUNTAN INDONESIA (IAI)

Mukadimah

1. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum clan peraturan.
2. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi

1. Tanggung Jawab Prolesi

Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.

 2. Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

1. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik.

2. Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.

3. Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.

4. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.

5. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.

6. Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya:
Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal;

3. Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
1. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
2. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
3. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga
integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
4. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.

4. Obyektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
1. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
2. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
3. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional


Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
1. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
2. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:

a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
• Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
• Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
• Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.

03. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya.

4. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.

5. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.

6. Kerahasiaan


Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya
1. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
2. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
3. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
4. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
5. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
6. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
7. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.

a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:
• untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan
• untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.

c. Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan:
• untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;
• untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan;
• untuk menaati peneleahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan profesionallainnya;.dan . untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur.

7. Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi:

Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8. Standar Teknis


Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

Sumber :
1. http://jimmy-januar.blogspot.com/2010/11/aturan-etika-profesi-akuntansi.html
2. http://libertylamba.blogspot.com/

Etika Dalam Dunia Bisnis



1. Pengendalian diri 

Pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

2. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi 

Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

3. Menciptakan persaingan yang sehat 

Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

4. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)

Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

5. Mampu menyatakan yang benar itu benar 
  
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

6. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati 

Jika etika ini telah dmiliki oleh semua pihak, tentunya akan ada ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.

7. Menaati semua aturan dan sanksi

Jika semua tingkah laku yang salah dalam berbisnis dibiarkan begitu saja, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya.ya begitulah buruknya kebiasaan waga kita. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis.
Kedua, menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakatluas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun juga.
etiga, etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis.

8. Saling menghargai pendapat antar pelaku bisnis

Jika seluruh pebisnis menghargai pendapat antara pebisnis yang satu dengan yang lain mka tidak akan ada pelaku bisnis yang spontan untuk bersikap diluar etika dalam berbisnis, karna pada dasarnya semua manusia pasti akan merasa kesal dan terkadang ada tipe orang yang jika sudah kesal tanpa sadar melanggar etida dalam berbisnis yang baik, misalnya sampai berlaku curang atau menjatuhkan pesaingnya.

Sumber :
1. http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2012/10/14/etika-bisnis-dan-penerapan-dalam-kehidupan-sehari-hari/
2. http://pii.or.id/etika-bisnis/

Moral dan Etika Dalam Dunia Bisnis

Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

Etika didefinisikan sebagai penyelidikan terhadap alam dan ranah moralitas (penghakiman) akan standar dan aturan tata laku moral. Etika juga disebut sebagai studi filosofi perilaku manusia dengan penekanan pada penentuan apa yang dianggap salah dan benar.

Dari definisi diatas dapat dikembangkan sebuah konsep 'etika bisnis'. Perlu diketahui bahwa banyak dari kita yang menyetujui apabila standar etika yang tinggi dibutuhkan oleh individu yang memiliki prinsip moral yang kokoh dalam melaksanakannya.

Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis dalam menjalankan good business dan tidak melakukan ‘monkey business’ atau dirty business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang etis agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis, agar pemikiran masyarakat mengenai bisnis yang kotor, dan penuh tipu muslihat dapat kita kurangi dan kita cegah. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis dan oleh karenanya membawa serta tanggung jawab etis bagi pelakunya.

Berbisnis dengan etika adalah menerapkan aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.

Etika bisnis  bertujuan untuk :

1. Menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.
2. Menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakatluas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun juga. Pada tingkat ini, etika bisnis berfungsi menggugah masyarakat bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut.
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro atau lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika bisnis bicara soal monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktik semacamnya yang akan sangat mempengaruhi, tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi, melainkan juga baik tidaknya praktik bisnis dalam sebuah negara.

Pada intinya dalam etika bisnis terdapat poin poin seperti diatas yang nantinya akan menghasilkan moral juga dalam berbisnis. Jika kita menjalankan etika dalam berbisnis dengan biak maka secara otomatis moral dalam berbisnispun akan timbul dengan sendirinya pada diri kita .

Sumber :
1. http://pii.or.id/etika-bisnis/
2. http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2012/10/14/etika-bisnis-dan-penerapan-dalam-kehidupan-sehari-hari/

Senin, 06 Oktober 2014

GCG dan Perilaku Etika Dalam Profesi Akuntansi


 
 Governance system

Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :

Commitment on Governance

Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :

1 Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
2.Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun 1998.

Governance Structure

Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.

Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.

1. Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
2. Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).

Governance Mechanism

Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.

Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :

1. Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
2. Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi Bank.
3. Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
4. Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum.
5. Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
6. Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
7. Peraturan Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.

Governance Outcomes

Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.


Etika Bisnis Dalam Akuntansi

Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan.

Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu
1. kompetensi,
2. Objektif dan
3. Mengutamakan integritas.

Tanpa adanya etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan.

Sumber :
1. http://igoyogiisapoetra.blogspot.com/2014/09/gcg-dan-perilaku-etika-dalam-profesi.html
2. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perilaku-etika-dalam-bisnis/

Perilaku Etika Dalam Bisnis

Pada dasarnya, dalam melakukanhal apapun ada etika etika yang harus kita ketahui, baik etika yang kitaketahui dari membaca maupun yang kita sadarkan sendiri . Berikut akan dibahas Etika Dalam Berbisnis.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Pengendalian diri,
2. Pengembangan tanggung jawab sosial,
3. Menciptakan persaingan yang sehat,
4. Menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial,
5. Mempertahankan jati diri,
6. M enciptakan persaingan yang sehat,dll

Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi dapat diatasi.

Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan dan jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

Ketergantungan antara bisnis dan masyarakat

  Walaupun urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri. Dan di perusahaan, juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya.
Dalam etika diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat

Dua pandangan tanggung jawab sosial :

1. Pandangan klasik : tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented)
Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.

2. Pandangan sosial ekonomi : bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial

Perkembangan Etika Bisnis

Diketahui bahwa pada sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis di dunia tidak pernah luput dari adanya etika.

contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis:
1. Perbuatan menipu dalam bisnis,
2. mengurangi timbangan atau takaran,
3. berbohong .

Namun denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.

Masa etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya.


Sumber :
1. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perilaku-etika-dalam-bisnis/

Kamis, 02 Oktober 2014

Etika dan Teori Etika


PENGERTIAN ETIKA

tika berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).


TEORI ETIKA

Ada dua teori etika untuk menentukan yang baik dan yang buruk, yaitu teori deontologi dan taleologi. Kedua teori ini dapat memberi arahan, sasaran, dan tujuan dari tindakan yang dilakukan oleh manusia.

A. Deontology

Istilah deontology berasal dari bahasa Yunani, deon dan logos. Deon berarti tanggungjawab moral, sesuatu yang mengikat secara moral, benar secara moral, kewajiban, imperatif (penting sekali, tidak boleh tidak), dan keharusan. Logos berarti kajian atau ilmu tentang. Dengan demikian, deontologi adalah kajian tentang alasan-alasan yang mendasari sesuatu atau ilmu tentang kajian konsep tugas duty (kewajiban, tanggungjawab, komiten) dan konsep-konsep yang berkaitan. William David Ross (1877-1971) menambahkan sebuah nuansa penting dalam teori deontologi, yaitu “kewajiban itu selalu sebgai kewajiban (prima facie (pada pandangan pertama), artinya suatu kewajiban – untuk – sementara, dan hanya berlaku sampai dating kewajiban yang lebih penting lagi yang mengalahkan kewajiban pertama. Dia menyusun daftar kewajiban prima facie,yaitu:

1) kewajiban kesetian,
2) kewajiban ganti rugi,
3) kewajiban terima kasih
4) kewajiban keadilan,
5) kewajiban berbuat baik,
6) kewajibanmengembangkan diri,
7) kewajiban untuk tidak merugikan.

Semua itu merupakan kewajiban, kita herus membuat skala prioritas, mana yang lebih dahulu.

B. Teleology

Istilah teleology berasal dari bahasa Yunani, telos dan logos. Telos berarti akhir, tujuan, dan keadaan utuh. Logos berarti kajian atau ilmu tentang. Dengan demikian, teleology adalah kajian tentang fenomena yang menampakan keteraturan, desain, tujuan, akhir, cita-cita, tendensi, sasaran, dan arah, serta bagaimana semua itu dicapai dalam sebuah proses perkembangan.

Teori teleology ini menyatakan bahwa:

1) konsekuensi-konsekuensi tentang perbuatan moral menentukan manfaat dan ketepatan perbuatan tersebut. Seseorang mungkin memiliki niat-niat baik, atau mengikuti prinsip-prinsip moral yang tertinggi. Tetapi jika hasil sebuah tindakan itu berbahaya atau jelek, maka dinilai sebagai perbuatan yang salah secara moral atau etika.
2) Sebuah etika dimana manfaat moral dari sebuah tindakan dinilai dalam pengertian sejauh mana tindakan tersebut mencapai tujuan atau sasarannya (atau tujuan atau sasaran dari system etika yang diikuti).
3) Sebuah etika yang di dalamnya kebenaran atau kesalahan sesuatu tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang sesuai dengan keiginan dan baik

Apapun yang dicapai sebagai hasil akhirnya dipadang baik secara moral. Sedangkan apapun yang menghalangi pencapaiannya adalah jelek secara moral.

Fungsi etika

Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, itu ajaran moral, melainkan etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.

Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena:
· pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan;
· modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional;
· berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.

Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika sosial dibagi menjadi:
- Sikap terhadap sesama;
- Etika keluarga
- Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi
- Etika politik
- Etika lingkungan hidup
- Kritik ideologi

Jenis Etika

Beberapa pandangan terhadap etika:
Etika dapat dityinjau dari beberapa pandangan. Dalams ejarah lazimnya pandangan ini dilihat dari segi filosofis yang melahirkan etika filosofis, ditinjau dari segi teologis yang melahirkan etika teologis, dan ditinjau dari pandangan sosiologis yang melahirkan etika sosiologis.

a) Etika filosofis
Etika filosofis adalah etika yang dipandang dari sudut filsafat. Kata filosofis sendiri berasal dari kata “philosophis” yang asalnya dari bahasa Yunani yakni: “philos” yang berarti cinta, dan “sophia” yang berarti kebenaran atau kebijaksanaan. Etika filosofis adalah etika yang menguraikan pokok-pokok etika atau moral menurut pandangan filsafat. Dalam filsafat yang diuraikan terbatas pada baik-buruk, masalah hak-kewajiban, maslah nilai-nilai moral secara mendasar. Disini ditinjau hubungan antara moral dan kemanusiaan secraa mendalam dengan menggunakan rasio sebagai dasar untuk menganalisa.

b) Etika teologis
Etika teologis adalah etika yang mengajarkan hal-hal yang baik dan buruk berdasarkan ajaran-ajaran agama. Etika ini memandang semua perbuatan moral sebagai:
Perbuatan-perbuatan yang mewujudkan kehendak Tuhan ataub sesuai dengan kehendak Tuhan.
Perbuatan-perbuatan sbegai perwujudan cinta kasih kepada Tuhan
Perbuatan-perbuatan sebagai penyerahan diri kepada Tuhan.

Orang beragama mempunyai keyakinan bahwa tidak mungkin moral itu dibangun tanpa agama atau tanpa menjalankan ajaran-ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber pengetahuan dan kebenaran etika ini adalah kitab suci.

c) Etika sosiologis
Etika sosiologis berbeda dengan dua etika sebelumnya. Etika ini menitik beratkan pada keselamatan ataupun kesejahteraan hidup bermasyarakat. Etika sosiologis memandang etika sebagai alat mencapai keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan hidup bermasyarakat. Jadi etika sosiologis lebih menyibukkan diri dengan pembicaraan tentang bagaimana seharusnya seseorang menjalankan hidupnya dalam hubungannya dengan masyarakat.

d) Etika Diskriptif dan Etika Normatif
Dalam kaitan dengan nilai dan norma yang digumuli dalam etika ditemukan dua macam etika, yaitu :

1. Etika Diskriptif
Etika ini berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam kehidupan sebagai sesuatu yang bernilai. Etika ini berbicara tentang kenyataan sebagaimana adanya tentang nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakjta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit. Dengan demikian etika ini berbicara tentang realitas penghayatan nilau, namun tidak menilai. Etika ini hanya memaparkab, karenyanya dikatakan bersifat diskriptif.

2. Etika Normatif
Etika ini berusaha untuk menetapkan sikap dan pola perilaku yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam bertindak. Jadi etika ini berbicara tentang norma-norma yang menuntun perilaku manusia serta memberi penilaian dan hiambauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya Dengan. Demikian etika normatif memberikan petunjuk secara jelas bagaimana manusia harus hidup secara baik dan menghindari diri dari yang jelek.

Sanksi Etika

Adapun beberapa hal yang membuat seseorang melanggar etika antara lain:

Kebutuhan Individu : Kebutuhan seringkali adalah hal utama yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pelanggaran, misalnya seorang anak rela mencuri untuk mendapatkan uang demi untuk membayar uang tunggakan sekolah. Seorang bapak yang akhirnya tewas digebukin massa gara-gara mengambil susu dan beras di swalayan untuk menyambung hidup bayi dan istrinya. Karyawan sebuah pabrik yang bertindak anarkis, karena THR belum juga dibayarkan, padahal sudah melebihi jadwal yang dietentukan pemerintah, dan lain-lain

Tidak Ada Pedoman : Ketika masyarakat dihadapkan pada persoalan yang belum jelas aturannya, maka mereka melakukan intrepretasi sendiri atas persoalan yang dialami. Contohnya pembangunan rumah kumuh di pinggir rel kereta api, di bawah jembatan layang, di tanah kosong. Hal ini dikarenakan belum adanya perda ataupun ketentuan mengikat yang memberikan kejelasan bahwa daerah tersebut tidak boleh ditempati dan dibangun pemukiman liar. Sehingga masyarakat mengitrepretasikan, bahwa lahan kosong yang tidak digunakan boleh dibuat tempat tinggal, apalagi mereka bagian dari warga Negara. Sehingga pada saat tiba waktunya untk membersihkan, maka sudak terlalu komplek permasalahannya dan sulit dipecahkan.
Perilaku dan Kebiasaan Individu : kebiasaan yang terakumulasi dan tidak dikoreksi akan dapat menimbulkan pelanggaran. Contohnya; anggota DPR yang setiap menelurkan kebijakan selalu ada komisi atau uang tips, ataupu ada anggota yang tidup pada saat sidang berlangsung. Hal demikian ini salah dan keliru. Namunkarena teklah dilakukan bertahun-tahun, dan pelakunya hampir mayoritas, maka perilaku yang menyimpang tadi dianggap biasa, tidak ada masalah.

Lingkungan Yang Tidak Etis: Lingkungan yang memiliki daya dukung moral yang buruk, akan mampu membuat seseorang menjadi menyimpang perilakunya untuk tidak taat terhadap pedoman yang berlaku. Contonya seorang residivis kambuhan, yang selalu keluar masuk penjara. Dalam penjara yang notabene merupakan tempat yang kurang baik, maka mempebgaruhi pola pikir seseorang. Sehingga setiap kali dia masuk penjara, ketika keluar telah memiliki informasi, keahlian, ketrampilan yang baru untuk dapat menyempurnakan tndakan kejahannya.

Perilaku Orang yang Ditiru: Dalam hal ini, ketika seseorang melakkan pelanggaran terhadap etika, dapat juga karena dia mengimitasi tindakan orang yang dia pandang sebagai tauladan. Seoarng anak yang setiap hari melihat ibunya dipukuli oleh bapaknya, maka bisa jadi pada saat dalam pergaulan, si anak cenderung kasar baik dalam perkataan ataupun perbuatan. Dan itu semua dia dapatkan dari pengamatan dirumah yang dilakuakan oleh bapaknya.



Sanksi Pelanggaran Etika:

1. Sanksi Sosial : Sanksi ini diberikan oleh masyarakat sendiri, tanpa melibatkan pihak berwenang. Pelanggaran yang terkena sanksi sosial biasanya merupakan kejahatan kecil, ataupun pelanggaran yang dapat dimaafkan. Dengan demikian hukuman yang diterima akan ditentukan leh masyarakat, misalnya membayar ganti rugi dsb, pedoman yang digunakan adalah etika setempat berdasarkan keputusan bersama.

2. Sanksi Hukum : Sanksi ini diberikan oleh pihak berwengan, dalam hal ini pihak kepolisian dan hakim. Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat dan harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata. Pedomannya suatu KUHP.




1. http://yusup-doank.blogspot.com/2011/05/teori-teori-etika.html
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Etika
3. http://windy05.blogspot.com/2008/05/sekilas-fungsi-etika.html
4. http://coffeestreet99.wordpress.com/jenis-jenis-etika/
5. http://forumkuliah.wordpress.com/2009/02/05/pelanggaran-etika-sanksi/